Sahkan RUU P-KS (Penghapusan Kekerasan Seksual), Penuhi Hak Korban!

Sahkan RUU P-KS (Penghapusan Kekerasan Seksual), Penuhi Hak Korban!

Dimulai
2 Juli 2020
Mempetisi
Yandri Susanto (Ketua Komisi VIII DPR RI) dan 2 penerima lainnya
Tanda tangan: 36.986Tujuan Berikutnya: 50.000
Dukung sekarang

Alasan pentingnya petisi ini

Dimulai oleh International NGO Forum on Indonesian Development

Kawan-kawan, bertahun-tahun perjuangan agar RUU Penghapusan Kekerasan Seksual (RUU P-KS) segera disahkan, kini kabar pilu datang dari DPR RI yang memutuskan untuk mencabut RUU P-KS dari daftar Prolegnas Prioritas 2020. 

Alasannya karena dianggap cukup sulit membahas RUU P-KS. Sesulit apa sih sampai mereka rela mengorbankan banyak korban kekerasan seksual yang terus bertambah karena mandeknya regulasi untuk memproses pelaku. 

Coba bayangin, dalam kurun waktu 12 tahun, kekerasan terhadap perempuan meningkat 792% dan didominasi kekerasan seksual (berdasarkan catatan Komnas Perempuan). Sementara data Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KPPPA) mencatat per 15 Juni 2020 ada 5.179 kasus kekerasan dengan 4.033 korbannya adalah perempuan.  

Dari tahun 2017 hingga saat ini, terdapat 14.836 kasus kekerasan seksual yang terjadi dan membutuhkan penanganan khusus baik dari segi hukum acara tindak pidana maupun pemulihan dan perlindungan bagi korban.

Bukan hanya orang dewasa, anak juga bisa menjadi korban.

Kasus kekerasan terhadap anak perempuan meningkat sebesar 65% di tahun 2019, dengan jumlah kasus sejumlah 1.417 di tahun 2018 dan 2.341 di tahun 2019. Dari semua bentuk kekerasan yang dialami anak perempuan, inses (822 kasus) dan kekerasan seksual (792 kasus) merupakan yang tertinggi.

Itu baru yang dilaporkan. Gimana dengan kasus yang belum terlapor?

Misalnya baru-baru ini viral anak usia 13 tahun yang diperkosa sepupunya, dinikahi dan setelah melahirkan anak,  ia diperkosa lagi oleh ayah mertuanya. Keluarganya sendiri mengatakan mereka masih bingung mekanisme melapornya seperti apa.

Ada lagi praktik kawin tangkap di Sumba, dengan dalih budaya perempuan-perempuan di sana ditangkap/diculik dan dipaksa menikah. Banyak yang akhirnya pasrah untuk dinikahi dan gak bisa melapor karena belum ada regulasi.

Masih banyak korban yang memilih bungkam karena belum ada aturan praktis yang melindungi para korban. Alih-alih melaporkan tindak kekerasan seksual yang dialami, tidak sedikit korban yang dilaporkan balik oleh pelaku atas dasar pencemaran nama baik. 

Mengapa harus dibahas sekarang? Kalau gak sekarang kapan lagi? Mau tunggu sampai berapa banyak orang yang jadi korban kekerasan seksual?

Sudah ada undang-undang serupa, kenapa harus RUU P-KS?

Hingga saat ini, belum ada undang-undang yang khusus mengatur tentang kekerasan seksual secara menyeluruh. Meskipun telah ada UU Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga (PKDRT), namun UU ini tidak bisa mengakomodir kekerasan seksual yang terjadi di luar ranah rumah tangga. Sementara itu, Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) hanya terfokus pada pemidanaan pelaku. KUHP tidak memuat pasal-pasal hak pemulihan dan perlindungan bagi korban serta tidak mengatur rehabilitasi bagi pelaku agar di masa yang akan datang tidak mengulanginya lagi.

RUU P-KS memiliki keunggulan dibandingkan dengan UU yang telah berlaku saat ini, yaitu:

  1. Memuat acara pidana yang berpihak pada korban kekerasan seksual dalam mencari keadilan. RUU P-KS menambahkan muatan alat bukti yang sah, pengaturan pemulihan korban, pendampingan korban, dan melarang sikap Aparat Penegak Hukum merendahkan, menyalahkan, membebankan pencarian alat bukti kepada korban, serta membeberkan identitas korban kepada media. 
  2. Mengatur tentang pemulihan bagi korban sebelum, selama dan setelah proses persidangan sebagai undang-undang khusus (Lex Specialis) RUU P-KS.
  3. Memuat ketentuan pidana pokok dan pidana tambahan, termasuk rehabilitasi khusus bagi pelaku kekerasan seksual, khususnya yang berusia dibawah 14 tahun, untuk memperbaiki akar masalah kekerasan seksual agar kasus tidak terjadi berulang di masa depan.
  4. Memuat aturan pencegahan dalam berbagai bidang kehidupan. Salah satunya memasukkan kurikulum pencegahan kekerasan seksual di sekolah dan perguruan tinggi.
  5. Memuat materi pemantauan dengan meletakkan tanggung jawab negara dalam perlindungan, pemajuan, penegakan dan pemulihan hak asasi manusia (HAM) khususnya hak-hak korban.
  6. Memuat definisi 9 bentuk kekerasan seksual yang umumnya ditemui pada korban kekerasan seksual, yang belum/tidak diatur sebelumnya dalam UU lainnya. 

Oleh sebab itu kami mengajakmu, bersama-sama kita mendorong DPR RI untuk segera membahas dan mengesahkan RUU PKS. Tandatangani petisi ya, sebarluaskan, dan jangan sampai berhenti di kamu.

Karena saya, kamu, kita (siapapun) bisa menjadi korban! Jangan ada lagi korban kekerasan seksual tanpa keadilan! Jika negara tidak melindungi, lantas kepada siapa korban meminta perlindungan? Segera sahkan  RUU Penghapusan Kekerasan Seksual. 

#SahkanRUUP-KS
#IndonesiaLebihSetara

Salam, 

Organisasi Masyarakat Sipil Pendukung RUU P-KS
(INFID, Institut Kapal Perempuan, Koalisi Perempuan Indonesia, LBH APIK Jakarta, Jurnal Perempuan, Kalyanamitra, MaPPI FH UI, IJRS, PKBI)

Dukung sekarang
Tanda tangan: 36.986Tujuan Berikutnya: 50.000
Dukung sekarang
Sebarkan petisi ini secara langsung atau gunakan kode QR untuk materimu sendiri.Unduh Kode QR

Pengambil Keputusan

  • Yandri SusantoKetua Komisi VIII DPR RI
  • Supratman Andi AgtasKetua Baleg DPR RI
  • Puan MaharaniKetua DPR RI