PJ Gubernur Kalbar, Segera Bentuk Satgas Penanggulangan PETI di Sungai Kapuas
PJ Gubernur Kalbar, Segera Bentuk Satgas Penanggulangan PETI di Sungai Kapuas
Alasan pentingnya petisi ini
Menjelajahi Sungai terpanjang di Indonesia menggunakan Kapal Wisata Galaherang merupakan pilihan terbaik, tidak hanya bagi wisatawan, bahkan bagi penduduk setempat di Kota Pontianak.
Senja menjadi waktu favorit saya menyusuri sungai ini. Pada saat-saat itu, masyarakat tepian Sungai Kapuas memenuhi pinggiran-pinggiran sungai sembari melakukan aktivitasnya masing-masing.
Beberapa anak melambaikan tangannya ke arah kapal Galaherang sembari menyapa para pelancong sambil memamerkan kemampuan berenangnya. Di tepian gertak (jembatan) ibu-ibu mengawasi anak-anak mereka, sekaligus menunaikan pekerjaan hariannya, mencuci pakaian seluruh anggota keluarga. Sementara beberapa pemuda lainnya terlihat sedang memancing ikan dan udang, sekadar untuk menghabiskan waktu atau mencari lauk untuk santap malam.
Saya tersenyum kecut ketika ingatan saya melintasi ruang-ruang rapat di sebuah hotel di kota Pontianak di tahun-tahun awal saya mendampingi korban-korban kekerasan, akhir 2018 lebih tepatnya.
Pada 2003, dilakukan penelitian terhadap rambut dan kuku masyarakat pengguna air PDAM bersumber dari Sungai Kapuas. Hasilnya, terindikasi adanya kontaminasi merkuri. Jika tidak ada upaya perbaikan ataupun alternatif penggantian air PDAM, dampak dari kontaminasi merkuri ini tentu akan terakumulasi dan berdampak buruk terhadap kesehatan masyarakat. Begitulah sepenggal informasi yang saya peroleh dari salah satu lembaga yang konsen mengawal isu-isu lingkungan.
Tak hanya itu. Pada 2012, Dewan Riset Daerah Provinsi Kalimantan Barat melakukan audiensi dengan anggota DPRD Provinsi dan instansi-instansi terkait sampel air PDAM yang didistribusikan ke rumah-rumah warga mengandung merkuri antara 0,5 ppb hingga 0,8 ppb.
Jika air yang sudah difiltrasi di PDAM saja nyaris menyentuh ambang batas 1 ppb, maka berapa kandungan merkuri yang sebenarnya ada di Sungai Kapuas? Berapa banyak zat yang sudah mengkontaminasi tubuh anak-anak kecil dan ibu-ibu yang kerap beraktifitas di Sungai Kapuas ini?
Nyaris 2 dekade pasca penelitian pada 2003, lagi, pada 2019 terdapat hasil penelitian skripsi yang menemukan kandungan merkuri juga terdeteksi pada daging ikan Nila Merah yang dibudidayakan di Keramba Jaring Apung Sungai Kapuas. Terdapat 2 sampel dari 2 lokasi berbeda memiliki kandungan merkuri di atas ambang batas (untuk budidaya ikan 0.0048�g/ml) mencapai 0.006�g/ml dan 0.0084�g/ml.
Isu pencemaran sungai Kapuas sudah menjadi santapan sehari-hari sejak beberapa tahun lalu. Penambangan Emas Tanpa Izin (PETI) misalnya. Saya ingat betul membaca masalah ini di salah satu headline koran ketika saya masih duduk di bangku sekolah dasar. Hingga kini, saya sudah menyelesaikan pendidikan tinggi dan bergabung bersama gerakan-gerakan masyarakat, permasalahan ini belum juga ada titik terang, sejalan dengan air Sungai Kapuas yang mengalir sepanjang 1.143 km yang kian hari kian mengeruh.
Tidak boleh ditunda lagi. Kini saatnya kita bergerak meminta pemerintah untuk menunaikan kewajibannya memenuhi hak masyarakat mendapatkan air bersih. Mengembalikan Sungai Kapuas sesuai fitrahnya sebagai rumah bagi biota air di bawahnya dan sumber penghidupan bagi masyarakatnya harus diutamakan.
Untuk itu, mari dukung petisi ini untuk meminta PJ Gubernur Kalimantan Barat untuk membentuk Satuan Tugas untuk menangani permasalahan PETI ini secara kolektif dan simultan dari hilir hingga ke hulu. Menindak tidak hanya pelaku lapangan tetapi juga dalang/pemodal di balik PETI serta melakukan tindakan-tindakan preventif dan rehabilitatif terhadap Sungai Kapuas.